* kali ini lagi kangen, sayangnya ga tau kangen sama siapa/apa. hihihihiih...aneh yaaa...Pas blogwalking nemu tulisan tentang kangennya seseorang yang ga ada habisnya. Saya suka dengan tulisan itu, dan nantangin diri sendiri buat cerita yang temanya sama tapi versi berbeda. Jiaaahhh.....Nah, karena yang kangen itu adalah saya, maka beberapa momen pribadi saya, jadi latar cerita ini. Ngarep dikangeni gitu. heheh...Bertepatan juga sama momen ultah saya. Ya udah masuklah momen itu disertai imaginasi-imaginasi yang sedikit alay. Suka-suka penulisnya dong...hahhaha.....selamat menikmati. *
Normalnya, saat kangen menyesak dijiwa, maka pertemuan akan menjadi obat penenangnya. Berjumpa dengan orang yang dirindukan tentu akan menghapus rasa rindu meski sejenak saja. Namun ternyata tidak selalu demikian. Kangen justru bisa menjadi lebih menganga akibat suatu pertemuan. Virusnya telah imun terhadap pil antibiotic yang dijagokan oleh suatu perjumpaan. Aneh memang….namun itulah yang bisa terjadi. Itulah rindu yang aku punya.
Normalnya, saat kangen menyesak dijiwa, maka pertemuan akan menjadi obat penenangnya. Berjumpa dengan orang yang dirindukan tentu akan menghapus rasa rindu meski sejenak saja. Namun ternyata tidak selalu demikian. Kangen justru bisa menjadi lebih menganga akibat suatu pertemuan. Virusnya telah imun terhadap pil antibiotic yang dijagokan oleh suatu perjumpaan. Aneh memang….namun itulah yang bisa terjadi. Itulah rindu yang aku punya.
Ini bulan kesepuluh aku mengenalmu. Setelah sebuah perjumpaan di suatu senja
dengan kesan mendalam. Kita cukup
mengerti untuk tidak heboh layaknya usia belasan dalam mengatasi perasaan-perasaan yang tidak kita mengerti
bagaimana munculnya. Termasuk mengatasi
Rindu, kangen atau apalah namanya lainnya jika ada. Kita mengakui saat rindu itu hadir, lalu ia
mulai menyesakan rongga dada, menyulut rasa ingin bertemu sekedar menatap mata
, melempar senyum, sedikit bertanya kabar,tanpa bisa lebih dari itu. Namun kita sangat-sangat sadar bahwa kata
yang mewakili itu adalah TIDAK MUDAH.
Meski demikian, kita hanya manusia biasa. Beberapa kali dengan bermodalkan kenekatan
(yang diciptakan oleh si kangen itu), kita pun bertemu. Masih kuingat pertemuan pertama kita di acara
meet and great seorang penulis buku dan juga actor serta comedian itu. Huff, betapa mendebarkannya menunggu
kehadiranmu. Menit-menit yang berlalu
seakan begitu lambat. Seperti ada
deburan ombak yang kencang di dadaku.
Padahal saat bertemu kita hanya
sanggup say hai, lalu duduk di satu meja dengan kursi yang terpisah oleh 3 kursi
lainnya. Lalu selama 2 jam, kita sibuk
dengan pikiran yang lebih focus pada lelucon si penulis yang sukses membuat
ngakak seratusan penontonnya. Meski aku
akui, pikiran itu kadang terbang padamu sesekali. Setelah itu, kita keluar dari hotel tempat acara
tersebut, dengan jarak yang lebar seolah
tak kenal satu sama lain. Taxi pesananku
tiba, hanya sempat salaman, saling mengucapkan terima kasih, dan
sudah….berpisah….Pertemuan pertama itu tentu saja tak cukup untuk mengobati
kangen setelah sebulan lebih tak bertemu.
Buktinya, setiba di rumah, kita kembali betah mengirimkan pesan hingga
kantuk membuat kita tak berkutik. Setelah itu kita kembali ke kondisi semula,
tak pernah bertemu dan hanya mengandalkan pesan-pesan yang bisa jadi ratusan
jumlahnya.
Dua bulan berikutnya, kangen itu semakin menyerang. Ia seperti wabah yang tak sanggup dihadang
oleh benteng hati kita. Apalagi kita
sempat terpisah seminggu karena tugas luar kota membawamu ke Denpasar. Jadi maklumlah, hatiku meloncat girang saat
kamu nekat (lagi-lagi) untuk menemuiku
di kubikel tempatku bekerja, tempat
dimana hanya disitulah kita berani bertemu, karena hanya ada kita. Jujur kala itu aku berharap bisa melunaskan
rindu itu dalam obrolan hangat yang panjang.
Namun sayang di sayang, kau hanya hadir semenit lebih. Masuk
ke kubikelku, menyalami, memberikan ole-oleh buku yang kau janjikan, dan
pergi lagi. Bagaimana rindu bisa tuntas dengan cara seperti itu? Tapi
kita tak bisa berbuat apa apa karena memang hanya itulah jatah pertemuan yang
kita punya. Ingin memang pertemuan itu
bisa benar-benanr menuntaskan kerinduan yang pedih. Tapi tidak bisa,,,sungguh tak bisa.
Kesempatan untuk menuntaskan rindu itu hadir kembali, saat
kita memang harus dipertemukan untuk sebuah tugas. Ada waktu satu setengah jam untuk bersama
sebenarnya. Namun karena peran yang kita
jalankan saat itu tak mampu benar-benar menjembatani kerinduan yang tertahan
lama. Apalagi grogi datang tanpa
diundang, hingga untuk menatap matamu saja rasanya malu sekali. Kau persis di depanku, menyuarakan
kecerdasanmu yang memikat itu.
Kecerdasan itulah yang menawan hatiku sejak awal mulanya. Setelah acara tuntas, perpisahanpun
bergegas. Begitu saja. Yah, tentu tak
mungkin memaksimalkan satu setengah jam itu sementara kita tidak hanya berdua
saja. Ada narasumber lain yang harus
kuinterview kala itu. Ya sudahlah, mari
berdamai dengan keadaan. Ikhlaskanlah
saat rindu itu tak tuntas.
Juli. Kau berulang
tahun. Tentu tak bisa kubiarkan tanpa
menjadikannya momen istimewa. Tanggal
itu kupahat diingatanku agar tak meleset apalagi terlupakan. Kita janjian lagi di kubikelku. Kali ini aku sudah tak mau berharap
lebih. Bahkan bila pertemuan ini hanya
berlangsung beberapa detik saja, aku rela.
Kali ini aku benar-benar menyerah berharap. Kubiarkan kau datang, berbasa basi sejenak
saja. Kado yang telah kusiapkan begitu
rupa, kuserahkan dengan penuh takzim.
Begitulah akhirnya. Kutelan
saja “andai-andai” yang menari
dipikiranku. Cukuplah begitu…biasakanlah
begitu. Rindu itu biarkan saja…
Saat-saat tak bertemu, adalah saat dimana kita
menyerahkan setiap untaian rindu hanya
pada rangkaian pesan-pesan kita yang biasa kau istilahkan kalibrasi. Meski untuk itupun sering kali terkendala
oleh signal yang lemah, waktu yang digerus kesibukan, serta beberapa kali
kontroversi ringan yang berakhir lucu dan damai. Setelah lebih dari 3 bulan, kamu berinisiatif
memberikan kejutan dengan datang tiba-tiba ke kubikelku. Yang direncanakan saja tak bisa menuntaskan
rindu kita, apalagi yang kejutan. Lucu
sekali saat kita bertemu namun dibatasi oleh pintu kaca kubikelku. Dan hanya tanganmu menjulur menyerahkan
sebuah buku lagi. Itu perjumpaan paling
dramatis yang pernah ada. Berjuta terima
kasih tak terucap dariku untuk kehadiran tak terdugamu. Kangen itu menggantung di langit-langit
kubikelku saat kau beranjak pergi pagi itu.
Februari berseri. Itu
tema yang tepat untuk Februari ini.
Begitu banyak kejutan. Seperti
ingin membalasku saat kau berulang tahun, di hari jadiku kali ini kau pun sudah
siap dengan kado yang jauh-jauh hari sudah kau siapkan. Kita pun berjanji bertemu tepat di hari
ulang tahunku. Yah, kau datang lagi
dengan semua keceriaan menyambutmu. Kali
ini tanpa kusangka kau tinggal lebih lama.
BUkan semenit dua menit, namun bertahan hingga setengah jam. Lama tak berjumpa bikin grogiku kambuh lagi. Tapi kita menikmati pertemuan kali ini, kan??
Sayangnya kita harus pisah lagi. But,
guess what?kau mau bertemu aku lagi besok harinya, traktiran ulang tahun
katamu. Hay…hay….kalau tahu indah
begini, aku mau dong ulang tahun tiap bulan…hehehhe….Dan, kita bertemu lagi
siang tadi. Makan siang bareng sambil
ngobrol begitu dekat. Grogi kusingkirkan
sejauh mungkin agar tak mengganggu kesempatan langka ini. Jangan bayangkan bisa berlama-lama
ya..karena setengah jam adalah quota pertemuan kami. Kami harus kembali berpisah. Namun kali ini terasa lebih indah. Menghangatkan. Beberapa jam usai bertemu aku masih
membayangjkan semua obrolan, celutuk dan canda kami. Ah…ternyata rindu itu tak jua tuntas…malah
semakin rindu rasanya, karena bisa jadi akan menunggu sangat lama untuk momen
langka ini. Seperti itulah rinduku….tak
bertepi meski perjumpaan terjadi….