Kamis, 27 Februari 2014

..Kangen Aku

 * kali ini lagi kangen, sayangnya ga tau kangen sama siapa/apa.  hihihihiih...aneh yaaa...Pas blogwalking nemu tulisan tentang kangennya seseorang yang ga ada habisnya.  Saya suka dengan tulisan itu, dan nantangin diri sendiri buat cerita yang temanya sama tapi versi berbeda.  Jiaaahhh.....Nah, karena yang kangen itu adalah saya, maka beberapa momen pribadi saya, jadi latar cerita ini.  Ngarep dikangeni gitu. heheh...Bertepatan juga sama momen ultah saya.  Ya udah masuklah momen itu disertai imaginasi-imaginasi yang sedikit alay.  Suka-suka penulisnya dong...hahhaha.....selamat menikmati. *

Normalnya, saat kangen menyesak dijiwa, maka pertemuan akan menjadi obat penenangnya.  Berjumpa dengan orang yang dirindukan tentu akan menghapus rasa rindu meski sejenak saja.  Namun ternyata tidak selalu demikian.  Kangen justru bisa menjadi lebih menganga akibat suatu pertemuan. Virusnya telah imun terhadap pil antibiotic yang dijagokan oleh suatu perjumpaan.  Aneh memang….namun itulah yang bisa terjadi.  Itulah rindu yang aku punya.

Ini bulan kesepuluh aku mengenalmu.  Setelah sebuah perjumpaan di suatu senja dengan kesan mendalam.  Kita cukup mengerti untuk tidak heboh layaknya usia belasan dalam mengatasi  perasaan-perasaan yang tidak kita mengerti bagaimana munculnya.  Termasuk mengatasi Rindu, kangen atau apalah namanya lainnya jika ada.  Kita mengakui saat rindu itu hadir, lalu ia mulai menyesakan rongga dada, menyulut rasa ingin bertemu sekedar menatap mata , melempar senyum, sedikit bertanya kabar,tanpa bisa lebih dari itu.  Namun kita sangat-sangat sadar bahwa kata yang mewakili itu adalah TIDAK MUDAH.

Meski demikian, kita hanya manusia biasa.  Beberapa kali dengan bermodalkan kenekatan (yang diciptakan oleh si kangen itu), kita pun bertemu.  Masih kuingat pertemuan pertama kita di acara meet and great seorang penulis buku dan juga actor serta comedian itu.  Huff, betapa mendebarkannya menunggu kehadiranmu.  Menit-menit yang berlalu seakan begitu lambat.  Seperti ada deburan ombak yang kencang di dadaku.  Padahal saat bertemu kita  hanya sanggup say hai, lalu duduk di satu meja dengan kursi yang terpisah oleh 3 kursi lainnya.  Lalu selama 2 jam, kita sibuk dengan pikiran yang lebih focus pada lelucon si penulis yang sukses membuat ngakak seratusan penontonnya.  Meski aku akui, pikiran itu kadang terbang padamu sesekali.  Setelah itu, kita keluar dari hotel tempat acara tersebut, dengan  jarak yang lebar seolah tak kenal satu sama lain.  Taxi pesananku tiba, hanya sempat salaman, saling mengucapkan terima kasih, dan sudah….berpisah….Pertemuan pertama itu tentu saja tak cukup untuk mengobati kangen setelah sebulan lebih tak bertemu.  Buktinya, setiba di rumah, kita kembali betah mengirimkan pesan hingga kantuk  membuat kita tak berkutik.  Setelah itu kita kembali ke kondisi semula, tak pernah bertemu dan hanya mengandalkan pesan-pesan yang bisa jadi ratusan jumlahnya.

Dua bulan berikutnya, kangen itu semakin menyerang.  Ia seperti wabah yang tak sanggup dihadang oleh benteng hati kita.  Apalagi kita sempat terpisah seminggu karena tugas luar kota membawamu ke Denpasar.  Jadi maklumlah, hatiku meloncat girang saat kamu  nekat (lagi-lagi) untuk menemuiku di kubikel  tempatku bekerja, tempat dimana hanya disitulah kita berani bertemu, karena hanya ada kita.  Jujur kala itu aku berharap bisa melunaskan rindu itu dalam obrolan hangat yang panjang.  Namun sayang di sayang, kau hanya hadir semenit lebih.  Masuk  ke kubikelku, menyalami, memberikan ole-oleh buku yang kau janjikan, dan pergi lagi.  Bagaimana rindu  bisa tuntas dengan cara seperti itu? Tapi kita tak bisa berbuat apa apa karena memang hanya itulah jatah pertemuan yang kita punya.  Ingin memang pertemuan itu bisa benar-benanr menuntaskan kerinduan yang pedih.  Tapi tidak bisa,,,sungguh tak bisa.

Kesempatan untuk menuntaskan rindu itu hadir kembali, saat kita memang harus dipertemukan untuk sebuah tugas.  Ada waktu satu setengah jam untuk bersama sebenarnya.  Namun karena peran yang kita jalankan saat itu tak mampu benar-benar menjembatani kerinduan yang tertahan lama.   Apalagi grogi datang tanpa diundang, hingga untuk menatap matamu saja rasanya malu sekali.  Kau persis di depanku, menyuarakan kecerdasanmu yang memikat itu.  Kecerdasan itulah yang menawan hatiku sejak awal mulanya.  Setelah acara tuntas, perpisahanpun bergegas.  Begitu saja. Yah, tentu tak mungkin memaksimalkan satu setengah jam itu sementara kita tidak hanya berdua saja.  Ada narasumber lain yang harus kuinterview kala itu.  Ya sudahlah, mari berdamai dengan keadaan.  Ikhlaskanlah saat rindu itu tak tuntas.

Juli.  Kau berulang tahun.  Tentu tak bisa kubiarkan tanpa menjadikannya momen istimewa.  Tanggal itu kupahat diingatanku agar tak meleset apalagi terlupakan.  Kita janjian lagi di kubikelku.  Kali ini aku sudah tak mau berharap lebih.  Bahkan bila pertemuan ini hanya berlangsung beberapa detik saja, aku rela.  Kali ini aku benar-benar menyerah berharap.  Kubiarkan kau datang, berbasa basi sejenak saja.  Kado yang telah kusiapkan begitu rupa, kuserahkan dengan penuh takzim.  Begitulah akhirnya.  Kutelan saja  “andai-andai” yang menari dipikiranku.  Cukuplah begitu…biasakanlah begitu.  Rindu itu biarkan saja…

Saat-saat tak bertemu, adalah saat dimana kita menyerahkan  setiap untaian rindu hanya pada rangkaian pesan-pesan kita yang biasa kau istilahkan kalibrasi.  Meski untuk itupun sering kali terkendala oleh signal yang lemah, waktu yang digerus kesibukan, serta beberapa kali kontroversi ringan yang berakhir lucu dan damai.  Setelah lebih dari 3 bulan, kamu berinisiatif memberikan kejutan dengan datang tiba-tiba ke kubikelku.  Yang direncanakan saja tak bisa menuntaskan rindu kita, apalagi yang kejutan.  Lucu sekali saat kita bertemu namun dibatasi oleh pintu kaca kubikelku.  Dan hanya tanganmu menjulur menyerahkan sebuah buku lagi.  Itu perjumpaan paling dramatis yang pernah ada.  Berjuta terima kasih tak terucap dariku untuk kehadiran tak terdugamu.  Kangen itu menggantung di langit-langit kubikelku saat kau beranjak pergi pagi itu.

Februari berseri.  Itu tema yang tepat untuk Februari ini.  Begitu banyak kejutan.  Seperti ingin membalasku saat kau berulang tahun, di hari jadiku kali ini kau pun sudah siap dengan kado yang jauh-jauh hari sudah kau siapkan.   Kita pun berjanji bertemu tepat di hari ulang tahunku.  Yah, kau datang lagi dengan semua keceriaan menyambutmu.  Kali ini tanpa kusangka kau tinggal lebih lama.  BUkan semenit dua menit, namun bertahan hingga setengah jam.  Lama tak berjumpa bikin grogiku kambuh lagi.  Tapi kita menikmati pertemuan kali ini, kan?? Sayangnya kita harus pisah lagi.  But, guess what?kau mau bertemu aku lagi besok harinya, traktiran ulang tahun katamu.  Hay…hay….kalau tahu indah begini, aku mau dong ulang tahun tiap bulan…hehehhe….Dan, kita bertemu lagi siang tadi.  Makan siang bareng sambil ngobrol begitu dekat.  Grogi kusingkirkan sejauh mungkin agar tak mengganggu kesempatan langka ini.   Jangan bayangkan bisa berlama-lama ya..karena setengah jam adalah quota pertemuan kami.  Kami harus kembali berpisah.  Namun kali ini terasa lebih indah.  Menghangatkan.  Beberapa jam usai bertemu aku masih membayangjkan semua obrolan, celutuk dan canda kami.  Ah…ternyata rindu itu tak jua tuntas…malah semakin rindu rasanya, karena bisa jadi akan menunggu sangat lama untuk momen langka ini.  Seperti itulah rinduku….tak bertepi meski perjumpaan terjadi….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar