Minggu, 21 Juli 2013

**hepibesdey** ^__^

Assalamualaikum.... Dari blog seorang teman, saya membaca salah satu tulisan lamanya. Saya memang paling rajin membongkar-bongkar blog teman yang satu ini. Bisa jadi karena dia salah satu teman dekat yang paling bagus tulisan blognya. Artinya, tulisannya ‘’bergizi’’. Di samping itu ada beberapa tulisannya yang mencantumkan namaku. :P (ini sekedar info ya...*kedipkedipmata*)



Di salah satu tulisannya, ada yang mencantumkan penggalan cerpen ‘’Suamiku Jatuh Cinta pada Jam Dinding’’ karya Arswendo. Kalimatnya seperti ini : “Bahwa sebenarnya kesetiaan itu bukan diukur apakah seseorang berkhianat atau tidak, melainkan apakah ia kembali lagi atau tidak.”. Dibagian lain ada kalimat penggalan lain masih dari cerpen yang sama yaitu : “Sebagaimana kematian adalah bagian dari kehidupan, demikian juga patah hati atau sakit hati adalah bagian yang sama dengan jatuh cinta. Kalau kamu pernah mengalami sakit hati, cintamu akan menjadi sempurna.”. hmmm....penggalan yang menarik, kan??daleemm banget menurutku. Makanya, setelah khatam baca tulisan blog temanku itu, Saya langsung googling mencari bagian utuh dari cerpen tersebut.

Saya tidak terlalu pintar memaparkan mengapa sebuah cerpen bagus,menarik dan seterusnya. Yang saya bisa katakan adalah cerpennya memang bagus dan menarik. Ada pertanyaan yang menggayut di benakku, kok penulis memilih JAM DINDING sebagai objek yang dijatuhi cinta ??Kalau ada yang tahu kenapa, unjuk tangan dunk...heheh (bagi infonya getoo)

Tapi sungguh, terdapat kalimat-kalimat sakti yang indah dalam cerpen tersebut. Maksudnya indah, selain susunan kalimatnya memukau, juga butuh penalaran yang bisa membius hasilnya. Misalnya kalimat yang diungkapkan sang Suami pada istrinya saat istri merasa akan sangat sakit bila suaminya berkhianat : “Sebetulnya sama saja. Hanya saja sebutan suamiku, menunjukkan kepemilikanmu, jadinya terasa lebih menyakitkan.” Tanpa kita sadari, perasaan sakit ketika kita kehilangan seseorang atau sesuatu disebabkan kita memiliki rasa memilikinya. Makin besar rasa memiliki, makin sakit pula rasanya. Padahal, mengutip kata Quraish shihab, di program Tafsir Al Misbah, METRO TV beberapa subuh yang lalu, kita tidak pernah memiliki apapun...kita lahir tidak membawa apapun, maka hilangkanlah rasa memiliki agar tidak berat saat kehilangan. Yeah, kita tahu siapa pemilik semua yang kita anggap milik kita selama ini, kan?? Ada juga penggalan menarik lainnya : Menyesal hasil dari pikiran, dari nalar.Dan nalar bahkan tak bisa menjelaskan hal yang paling sederhana dan terjadi pada semua orang: “cinta”. Iiihh.... so sweet banget yah...dibagian lain ada kalimat ini : Sesungguhnya cinta hanya ada dalam pembesaran di pikiran, di perasaan. Cinta tak akan selesai dirumuskan dengan pemikiran.”..atau yang ini : “Seseorang hanya memiliki satu cinta. Seperti air sungai, bisa mengalir ke mana-mana, membelok ke selatan atau ke utara, tapi sebenarnya satu arus saja.” Aduh, kok saya jadi terseret arus romantic ini ya ?mungkin karena saat tulisan ini saya buat, jam di dinding oranye studio menunjukan pukul 23.11 WITA. Ditambahi lagi program radio yang saat ini bergulir adalah lagu-lagu lawas yang super duper romantic, bikin termehek mehek...heheh.

Finally, tulisan ini saya ‘’wajibkan’’ bikin, karena ingin menghadiahkannya buat teman saya yang blognya selalu tersedia untuk saya obrak abrik, teman yang bagi saya bukan sekedar teman, meski bukan pula TTM...dia adalah teman yang istimewa karena saya banyak belajar ke arifan darinya. Teman yang ‘’selalu ada’’ , ‘’selalu dekat’’meski ia jauh tak terjangkau, selalu memahami, teman kepo terbaik....4 bulan ini begitu nano nano dengan hadirnya. Hari ini dia ulang tahun. Jujur ya, kurang lebih 4 bulan juga saya menantikan hari ini....lebay ya saya...itulah saya...begitulah saya menghargai pertemanan ini. Kalau bukan dari blognya bisa jadi saya tak pernah membaca cerpen menarik ini. Hepibesdey.....*icon sembunyi*

*** tulisan ini tidak bisa di up load malam ini karena jaringan tak bersahabat.*** 20 Juli 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar