Assalamualaikum....
Hari ini (31 Maret 2014), hari terakhir menyandang gelar Penyiar. HIkss.. Sedih dong, selama 11 tahun berjibaku dengan tugas -tugas siaran yang "aduhai" itu, dan sekarang saatnya untuk gantung bibir. Ga berlebihan sih menurutku kalau bawaannya jadi pilu begini. Kalau nengok , kilas balik selama hampir 12 tahun ini, rasanya siaran itu sudah mendarah daging, sampe di tulang belulang malah. Bukan hanya Garuda yang ada di dadaku, tapi RRI juga sudah disematkan didadaku ini.
Jadi penyiar itu gampang-gampang sulit, sulit-sulit gampang. Asik tapi menderita, menderita tapi asik. Hehehhe. Beneran loh, kalau jadi penyiar itu harus tahan banting, harus siap bermental baja, ga bisa setengah hati, wajib berkorban demi tanah air tumpah darahku. Bayangkan ya, kalau dapat siaran subuh (jam 5 pagi sampai jam 10 pagi ), orang masih asik di bawah selimut, kita sudah harus bangun preapare. Padahal semalamnya juga belum tentu tidur nyenyak karena "mikir" jangan sampe telat bangun. Sampai-sampai kadang kita mimpi sudah ada di studio, mimpi datang telat, dan mimpi ga indah lainnya. Atau kalau dapat jatah siaran malam (20.00 sampai 24.00). Bagi orang seperti saya yang jam tidurnya 21.00, ini lumayan menyiksa. Jam sepuluh malam sudah nguap-nguap tapi harus tetap cuap-cuap. Tak jarang kami ketiduran di studio dan bangun kalap kalau relay berita atau lagunya sudah lewat. Itu baru dari segi jadwal ya. Belum lagi kalau kondisi cuaca tidak bersahabat. Mau hujan, badai, banjir, lagi ga mood, lagi lebaran, lagi pengen hang out sama temen, wuuiihh...ga ada istilah. Pokoknya kalau jadwal siaran, ya harus kudu wajib masuk on air. Paling pilu tuh kalau lagi hari raya, masih pengen rasanya kumpul sama keluarga, eh, sudah harus siap-siap mengudara lgi. Itu rasanya kayak telan tulang ikan Hiu. Atau kalau teman-teman lagi pada ngumpul trus kita ga bisa ikutan gegara harus siaran, dan hanya memandangi eksis narsis bin selfie mereka di medsos. Iihh...rasanya kayak kena asma tingkat propinsi. Yang paling parah khususnya buat emak-emak kayak saya nih, kalau anak sakit misalnya. Sudahlah kita ga tidur semalaman karena jagain bocah, eh subuhnya harus merangkak ke studio tanpa kenal ampun. Nyesek banget deh. Bibir di studio tapi pikiran di rumah. Itu sih masih seujung kuku, masih banyak duka-duka yang mencubit bahkan mnegiris kalbu, couldn't mention behind.
Tapi, senengnya juga ga sedikit. Setiap 5 hari sekali kita bisa libur. Dalam sehari siarannya 5 jam, jadi ada waktu 19 jam buat keluarga n diri kita sendiri. Ga kayak pegawai lainnya yang kerja 8 to 5, seharian di kantor melulu. Trus, banyak kesempatan ketemu banyak orang. dari ketemu banyak orang itulah tercipta kesempatan-kesempatan baru yang bisa lebih menjanjikan buat pengembangan potensi diri. Misalnya eykeh nih, bisa dipercaya jadi MC sampai trainer (meski baru dikit jam terbangnya) lantaran dikenal sebagai penyiar. Bisa ikut berbagai event/seminar dan sejenisnya saat radio kita jadi sponsor. Pokoknya bagi yang doyan sama self development, jadi penyiar itu adalah kesempatan yang baik. Oh ya, jadi penyiar itu ga perlu tenaga yang kuat. Karena kebanyakan kita kan hanya ngisi play list, siapkan info-info, online 5 jam full dan bersuara. Meski, kalau pulang ke rumah capeknya baru kerasa. Yeah....it's so fun.
Karena harus mengabdi di tempat lain, maka mulai hari ini saya pensiun jadi penyiar kontinyu. Artinya, jadwal saya sudah ga terpaku sama jadwal siaran yang terbagi 4 sift itu. Ga ada lagi tergopoh-gopoh naik tangga menuju studio saat masih subuh dengan muka bantal, atau kejedot mic lantaran ga sanggup ganjal mata kalau siaran sampai midnite, dan seterusnya-seterusnya. Ah, saya akan sangat merindukan itu sepertinya. Gantung bibir bukan hal yang mudah bagi saya karena passion saya memang cuap-cuap. saya akan merindukan (sangat-sangat) setiap jengkal studio ini beserta semua kelengkapan yang ada di dalamnya (elus-elus mic dan mixer).
Satu setengah jam lagi, jam 10 pagi, saatnya meninggalkan studio ini. Bisa jadi saya masih akan disini, bercanda dengan mic dan mixer lagi. Itu harapan saya, minimal nanti punya weekly program sendiri. Saya tidak mengucapkan salam perpisahan yang istimewa kepada teman-teman disini karena saya merasa tidak pernah akan meninggalkan mereka . Saya akan membawa semuanya dalam hati saya. Bagai detak jantung yang kubawa kemanapun ku pergi ( RAN, Dekat di hati). Sangat berterima kasih dengan jelang 12 tahun kebersamaan ini.
Udah ah....5 detik lagi air mata saya bisa keluar nih. Segini saja. Saya bangga jadi penyiar. Dan akan selalu begitu. Meski sekarang saatnya gantung bibir, tapi kebanggaan itu ga akan pernah menyingkir. ^__^
pengalaman yg mengesankan,,,,,hehehehe
BalasHapus